// //

Celah Norma Solutif Asset First Travel

Menurut Prof. TM Luthfi Yazid, "Konstitusi menjamin fundemental rights Warga Negara untuk melaksanakan ibadah keagamaannya termasuk umroh (vide Pasal 28 dan 29 UUD 1945).

Pasal 28 a sampai dengan pasal 28 j UUD 1945 telah mencantumkan secara eksplisit hak-hak asasi manusia bagi rakyat Indonesia serta negara mempunyai kewajiban untuk melindunginya.

Malahan dalam pasal 28i dinyatakan bahwa, “perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah”.

Hak konstitusional warga negara dalam konteks tulisan ini adalah hak yang tercantum dalam pasal 28 H (4) yang berbunyi, “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”, (termasuk oleh negara ketika negara menjalankan wewenang yang dimilikinya).

Hal ini diperkuat pula dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 36 (2) yang berbunyi, "Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum”.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana, dinyatakan bahwa di dalam Rupbasan di tempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk benda yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim (selanjutnya disebut barang rampasan Negara disingkat BARAN).

Adapun latar belakang atau dasar pemikiran dibentuknya institusi Rupbasan yang berkaitan dengan HAM adalah antara lain :
1. Adanya Pembaharuan Pidana, yaitu dibentuknya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang lebih memperhatikan hak asasi manusia dengan menerapkan asas mekanisme “check and balances” diantara aparat penegak hukum.
2. Adanya desakan atau tuntutan perlindungan HAM khususnya perlindungan terhadap harta kekayaan dan hak milik (Universal Declaration of Human Right) dalam hal milik dilindungi, tercantum pada pasal 17 ayat (1) dan (2).
3. Adanya Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan bahwa negara berkewajiban memberikan perlindungan terhadap individu, keluarga dan harta benda (pasal 29).

Mekanisme pengurusan barang rampasan terkait issue First Travel sebetulnya mempunyai celah penyelesaian secara normatif, yaitu melalui Peraturan Menteri Keuangan RI No. 8/PMK.06/2018 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Barang Rampasan Dan Barang Gratifikasi, diantaranya, sebagai berikut.

Pasal 1 angka 12
Barang Rampasan Negara adalah Barang Milik Negara yang berasal dari benda sitaan atau barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau barang lainnya yang berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk Negara.

Pasal 10
Jaksa Agung selaku Pengurus Barang Rampasan Negara dalam pengurusan Barang Rampasan Negara memiliki wewenang dan tanggung jawab yang meliputi:
c. mengajukan usul penetapan status Penggunaan, Pemindahtanganan, Pemanfaatan, Pemusnahan, atau Penghapusan kepada Menteri atau kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri;

Pasal 16 ayat (1)
Dalam hal Barang Rampasan Negara diperlukan pengelolaannya tidak melalui Penjualan atau Barang Rampasan Negara tidak laku dijual lelang, dapat dilakukan Pengelolaan Barang Rampasan Negara.

Pasal 17
Barang Rampasan Negara yang pengelolaannya tidak melalui Penjualan dilakukan dalam hal:
a. Barang Rampasan Negara yang diperlukan untuk kepentingan negara ditetapkan status penggunaannya oleh Menteri atas usul Kejaksaan dan/atau KPK;

Pasal 23 ayat (1)
Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c, dapat diusulkan oleh Pengurus Barang Rampasan Negara atas Barang Rampasan Negara.

UU Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Pasal 86:
(4) Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan jika terdapat keadaan luar biasa atau kondisi darurat.
(5) Keadaan luar biasa atau kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (41) ditetapkan oleh Presiden.

Surat Keputusan Menteri Agama No 589 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa seluruh uang jemaah wajib kembali atau diberangkatkan.

Data diri para korban jemaah First Travel telah diserahkan ke Crisis Center di Bareskrim Mabes Polri yang dibentuk Kementerian Agama, Mabes Polri dan Otoritas Jasa Keuangan.

Ahli Muhammad Novian, S.H., M.H. dalam perkara Nomor: 83/Pid.B/2018/PN.Dpk dan 84/Pid.B/2018/PN.Dpk menerangkan, "Bahwa manakala ada harta kekayaan lain yang terungkap di persidangan, maka dalam pasal 81 UU No 8 Tahun 2010 tentang TPPU, Hakim dapat memerintahkan Jaksa untuk menyita aset tersebut. Kemudian barang bukti berupa harta kekayaan yang disita tersebut harus dilihat tindak pidana awalnya. Apabila didapatkan dari tindak pidana Penipuan atau Penggelapan maka harus dikembalikan kepada yang berhak, tetapi apabila didapatkan dari tindak pidana korupsi maka harta kekayaan tersebut harus dirampas dan disita untuk negara".

Sekarang, dengan kenyataan bahwa putusan-putusan sebelum menyarakan dirampas untuk negara lalu saat ini harus dikembalikan kepada para jema'ah maka tentunya akan menemui kerumitan dalam administrasi dan birokrasinya, sementara kepentingan jema'ah adalah hak yang tidak bisa dikurangi sedangkan negara dalam hal ini pemerintah berkewajiban melaksanakan putusan tersebut, maka pertanyaannya adalah "apakah Presiden terhadap kerumitan prosedur tersebut dapat menetapkan keadaan luar biasa atau kondisi darurat?"

Apalagi, ini bukan hanya sekedar kepentingan politik akan tetapi kepentingan puluhan ribu masyarakat yang merupakan elemen dasar dari diakui dan dibentuknya konsepsi politik negara.

Norma jelas ada, tinggal bagaimana konstruksi dan mekanisme proposal dan usulan penggunaannya bagi Jamaah Umroh.

*Adv. Agung Pramono, SH, CIL

Pengantar


Obscuris vera involvens

(kebenaran itu ditutupi oleh kegelapan)


Per fas et nefas

(melalui yang benar dan yang salah)


Damihi Facta Do Tibi Ius

(tunjukkan kami faktanya, kami berikan hukum-nya)


Iustitia omnibus

(keadilan untuk semua)


Tunggu...