// //

Embrio Pusat Legislasi Nasional

Prof. mahfud MD dan para pakar (terutama hukum)  lain sepakat bahwa penegakan Hukum (law enforcement) mempunyai arti sempit dan juga arti yang luas baik melalui prosedur peradilan ataupun me­lalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian seng­keta lainnya (alternative desputes or conflicts resolu­tion).

Perso­alan penegakan hukum tergantung aktor, pelaku, peja­bat atau aparat penegak hukum itu sendiri, dan penegak hukum dapat pula dilihat sebagai institusi, badan atau orga­nisasi dengan kualitas birokrasinya sendiri-sendiri.

Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum dari kaca­mata kelembagaan yang pada kenyataannya, belum terinsti­tusio­na­lisasikan secara rasional dan impersonal (institutio­na­lized), oleh karena itulah dapat dipahami bahwa keterkaitannya dengan berbagai faktor dan elemen yang terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang rasional.

Profesional hukum itu meliputi :
(i) legislator (politisi),
(ii) perancang hukum (legal drafter),
(iii) konsultan hukum,
(iv) advokat,
(v) notaris,
(vi) pejabat pembuat akta tanah,
(vii) polisi,
(viii) jaksa,
(ix) panitera,
(x) hakim, dan
(xi) arbiter atau wasit.

Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. kepemimpinan diharapkan dapat menjadi penggerak yang efektif dan dapat menjadi teladan bagi ling­kungan yang dipimpinnya masing-masing dalam hal integri­tas dan kepribadian, inilah yang dimaksud sebagai Chief Of Law Enforcement.

Agenda pem­bu­dayaan, pemasyarakatan dan pendidikan hukum ini perlu dikembangkan tersendiri dalam rangka perwujudan ide nega­­ra hukum di masa depan. Beberapa faktor yang terkait de­ngan soal ini adalah:
(a) pembangunan dan pengelolaan sis­tem dan infra struktur informasi hukum yang berbasis tek­nologi informasi (information technology);
(b) pening­katan Upaya Publikasi, Ko­munikasi dan Sosialisasi Hukum;
(c) pengembangan pendidikan dan pelatihan hukum; dan
(d) pemasyarakatan citra dan keteladanan-keteladanan di bi­dang hukum.

Dalam rangka komunikasi hukum, perlu dipikirkan kembali kebutuhan adanya media digital dan elektro­nika, baik radio, televisi maupun jaringan internet dan media lain­nya yang dimiliki dan dikelola khusus oleh pemerintah.

Tim Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Legal Trust (AdvoKAI) mengikuti beberapa pertemuan dan seminar Nasional  sekaligus menyampaikan idea pada pembahasan PeraturanHukum dan HAM (Permenkum dan HAM) No. 32/2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-undangan melalui Jalur Nonlitigasi.

Lembaga mediasi ini masih berada didalam tubuh Depkumham sehingga masih dirasa kurang efektif karena kedudukannya yang setingkat dengan lembaga pemerintahan yang menghasilkan regulasi lain yang seringkali saling berbenturan ataupun tidak terkoneksi, oleh karena itulah agar sinergitas antar regulasi dapat lebih ditata maka diharapkan kedepannya tim ini dibentuk dengan SK Presiden sehingga setingkat dengan kementrian sehingga mempunyai bargain position yang seimbang dengan kekhususannya yang tidak lagi bisa diabaikan tersebut.

Penataan tersebut adalah karena terdapat banyak konsiderans (pertimbangan) sebagai dasar dibuatnya regulasi-regulasi tersebut tidak lengkap dan sinergis sehingga berpotensi menimbulkan benturan, dari sudut pandang lain secara a contrario bisa saja orang menyebut karena arogansi antara lembaga/institusi yang seolah tidak peduli dengan aspek pengaturan pada bidang lainnya.

Darisanalah embrio Pusat Legislasi Nasional itu terbentuk.

Sumber: Legal Trust & beberapa sumber pakar.

Pengantar


Obscuris vera involvens

(kebenaran itu ditutupi oleh kegelapan)


Per fas et nefas

(melalui yang benar dan yang salah)


Damihi Facta Do Tibi Ius

(tunjukkan kami faktanya, kami berikan hukum-nya)


Iustitia omnibus

(keadilan untuk semua)


Tunggu...