// //

Trias Politika, KPK dan Ad-Hoc

Trias Politika adalah konsep pemerintahan tentang distribution of power (pembagian kekuasaan), tapi konsepsi ini tidak dapat diterapkan begitu saja di Indonesia.

Distribusi tidak boleh diakui terhadap kekuasaan (power) melainkan kewenangan (authority), karena kekuasaan itu harus tetap ditangan rakyat, authority is not a power but the state is, the people has the power.

Tapi terbatas, bukan berarti frasa "has the power" secara harfiah dimaknai sebagai people power akan tetapi demi kedaulatan negara & moral bangsa.

Lagipula, dalam kenyataannya tidak ada yang mampu dengan baik/fasikh menempatkan diri sebagai penjelmaan dari rakyat.

Sulit sekali dilakukan check and balance dalam penerapannya, oleh karena itu dalam dinamika faktual harus dimunculkan state auxiliary organ.

Bahkan kekuatan dan kekuasaan rakyat pun dapat dimanipulasi dengan sebuah pendekatan persuasi.

Secara umum ada 3 pembagian kewenangan, yaitu Executive Branch, Legislative Branch dan Judicative Branch tapi kita juga punya Consitutional Branch namun sayangnya masih terbatas mereview UU dan belum berlaku sebagai Council (Dewan) yang mereview (uji) RUU untuk kendali Hukum agar produk klausula dari lembaga legislatif tidak cenderung politis.

Berdasarkan fungsinya maka ada lembaga penunjang (state auxiliary organ) yang memang masuk dalam lingkup eksekutif ataupun campuran, namun disisi lain berdasarkan teori asalnya maka kelahirannya adalah berdasarkan teori administratif.

Dari sudut pandang kedudukan hukum dan keanggotaan ada yang mengelompokkannya kedalam satu kewenangan baru atau di Indonesia disebut sebagai pilar keenam setelah Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena ternyata di Indonesia terdapat pilar keempat dimana fungsinya adalah dalam hal kewenangan Eksaminatif, yaitu dalam bidang pemeriksaan keuangan.

Sebagaimana halnya dengan KPK, ada beberapa syarat atau parameter dalam independensinya diantaranya yaitu:

1. tidak dipengaruhi oleh ke-3 lembaga trias politika; dan

2. tidak berafiliasi atau tidak dikuasai oleh politik tertentu.

Jadi meski tidak boleh dipengaruhi oleh eksekutif akan tetapi bukan berarti dia tidak memiliki fungsi eksekutif atau legislatif atau yudikatif, struktur, fungsi dan sifatnya harus independen tapi perannya adalah juga sebagai penunjang lembaga trias politika.

Ialah quasi autonomous non-goverment bodies, ia ada untuk tujuan welfare state (negara sejahtera).

Tapi, dari sana ada sebuah potensi masalah baru yaitu, sifatnya yang self regulator, revolusi semacam ini yang dikhawatirkan oleh Frank Kafka sebagai "siklus uap revolusi yang menyisakan birokrasi baru".

Ada pertanyaan yang menyentuh lembaga KPK, "dia kan Ad-Hoc?! Sementara..."

Betul, KPK adalah lembaga Ad-Hoc.

Tanggapan, Ad-Hoc adalah for a particular purpose (untuk maksud tertentu), sedangkan yang berarti sementara adalah Ad-Interim (in a meantime, sementara waktu).

Tapi, dalam konsiderans UU-nya jelas menyangkut "kebelum siapan lembaga lain"?

Tanggapan, "betul, begitu juga dengan keberadaan Komnas HAM dan state auxiliary organ lainnya".

Analogi

Ketimbang terprovokasi sama pro-kontra lembaga KPK dan terjebak dalam istilah "ad-hoc" secara organisasional dan hukum, saya lebih memilih istilah ad-hoc yang digunakan dalam internet.

Ad-hoc adalah salah satu jenis dari Wireless Local Area Network (WLAN) (jaringan wilayah lokal tanpa kabel) yang terdiri dari sekumpulan node-node (titik sambungan, titik penyaluran atau titik akhir) yang berkomunikasi satu sama lain secara langsung tanpa melibatkan node perantara seperti access point (perangkat yang menghubungkan alat-alat dalam suatu jaringan). Setiap node pada jaringan ad-hoc memiliki interface (sarana penghubung antar perangkat pengolah agar dapat berhubungan dengan pengguna) wireless. Node-node dalam jaringan ad hoc bersifat dinamis dan dapat berubah-ubah.

Pada jaringan ad hoc setiap node tidak hanya berfungsi sebagai pengirim dan penerima informasi tetapi juga berfungsi sebagai pendukung jaringan seperti router (pengirim paket data melalui sebuah jaringan ke tujuannya). Oleh karena itu maka diperlukan sebuah routing protokol (aturan pertukaran informasi agar lebih jelas dan menemukan jalur tercepat untuk sampai pada alamat tujuan) yang ditanamkan pada jaringan ad hoc tersebut.

Dalam konteks ini, ad-hoc tidak lagi dipandang dalam wacana kesementaraan atau seperlunya secara khusus lagi, melainkan menjadi jaringan yang terbaik.

Lagipula menurut saya, KPK tidak sedang dilemahkan, malah secara a-contrario justeru KPK sedang diuji dalam ruang public deliberation.

Semakin banyak titik masalah yang diungkapkan maka akan semakin rapat dipersiapkan invalidity remedial untuk lembaga ini, menemukan titik lemah untuk diperkuat.

Sebab, ketika hampir setiap lembaga bertanggungjawab kepada (yang terhormat/yang mulia) DPR sedangkan lembaga KPK justeru bertanggungjawab langsung kepada rakyat dengan independensinya.

KPK adalah jejaring terkuat dari rakyat untuk mengendalikan penguasa.

Pengantar


Obscuris vera involvens

(kebenaran itu ditutupi oleh kegelapan)


Per fas et nefas

(melalui yang benar dan yang salah)


Damihi Facta Do Tibi Ius

(tunjukkan kami faktanya, kami berikan hukum-nya)


Iustitia omnibus

(keadilan untuk semua)


Tunggu...