Dalam menangani suatu perkara Advokat mengajukan kebenaran seseorang (klien) beserta rangkaian realita yang menjadi sebuah bangun fakta untuk mendapatkan keadilan, akan tetapi bukan sekedar mempertahankan secara rigid (kaku) melainkan juga mengujinya (materi kebenaran atau bangun fakta itu) dengan realita-realita lainnya.
Jadi, pada dasarnya setelah materi kebenaran tersebut dirasa valid pasca benturan ataupun penyesuaian dengan realita lainnya (lawan) maka akan ditemukan proporsi hak yang relevan bagi klien, porsi itulah nantinya yang menjadi acuan tegaknya keadilan.
Nggak cuma untuk Advokat (lawyer) aja sebetulnya, hakikatnya adalah "pahami tujuan keberadaan dari tiap profesi dan percayalah pada khittahnya" supaya nggak mudah terprovokasi situasi.
Kalo nggak salah atau merasa nggak curang lalu kenapa takut dengan Advokat yang sekedar wakil atau pendamping?