pembentukan UU belakangan ini telah keliru
menafsirkan makna kata "progresif", sejak era reformasi memunculkan banyak
produk yang sifatnya cenderung "formil".
korupsi, santet, dlsb yang menjerat secara
formil mengindikasikan makin lemahnya "intuisi" dan degradasi mental
bangsa, ironisnya juga terhadap intelektualis.
"formil" pada dasarnya lebih
cenderung kepada makna "mungkin/tampaknya", padahal wilayah pidana
secara doktrinal berpedoman kepada "sifat skeptis atau harus bisa
dibuktikan".
bila pola pikir semacam ini tetap
dipertahankan dan bahkan dilaksanakan maka itu berarti menjustifikasi mental
bangsa yang selama 50 tahun ini mengarah kepada "mental peragu" dan
oleh karenanya harus ada provokasi dan agitasi, karena pada dasarnya ada
berkarakter "perang".
dalam peradilan, maka intuisi untuk
membentuk keyakinan dalam mengambil sesuatu keputusan direlatifisir dengan
"kemanjaan formalistis", bakal tidak ada putusan yang progresif yang
"out of the box", tidak akan ada kontroversi justeru malah akan
banyak sekali melibatkan sensasi dan profitabilitas belaka, karena
"pemikiran kritis" sudah terpangkas dengan "formalitas" dan
dengan demikian kualitas aparat penegak hukum jelas bakal menurun.
kita tidak tau apa yang dilakukan, apa yang
kita ingin rumuskan sebetulnya hanya sebuah sampul buku tanpa tau apa isi buku
itu, dan tidak akan pernah rumusan sampul yang kita buat akan mengena kepada
isi buku karena kita tidak tau.