// //

Fallacy Sifat Hukum

pembentukan UU belakangan ini telah keliru menafsirkan makna kata "progresif", sejak era reformasi memunculkan banyak produk yang sifatnya cenderung "formil".

korupsi, santet, dlsb yang menjerat secara formil mengindikasikan makin lemahnya "intuisi" dan degradasi mental bangsa, ironisnya juga terhadap intelektualis.

"formil" pada dasarnya lebih cenderung kepada makna "mungkin/tampaknya", padahal wilayah pidana secara doktrinal berpedoman kepada "sifat skeptis atau harus bisa dibuktikan".

bila pola pikir semacam ini tetap dipertahankan dan bahkan dilaksanakan maka itu berarti menjustifikasi mental bangsa yang selama 50 tahun ini mengarah kepada "mental peragu" dan oleh karenanya harus ada provokasi dan agitasi, karena pada dasarnya ada berkarakter "perang".

dalam peradilan, maka intuisi untuk membentuk keyakinan dalam mengambil sesuatu keputusan direlatifisir dengan "kemanjaan formalistis", bakal tidak ada putusan yang progresif yang "out of the box", tidak akan ada kontroversi justeru malah akan banyak sekali melibatkan sensasi dan profitabilitas belaka, karena "pemikiran kritis" sudah terpangkas dengan "formalitas" dan dengan demikian kualitas aparat penegak hukum jelas bakal menurun.

kita tidak tau apa yang dilakukan, apa yang kita ingin rumuskan sebetulnya hanya sebuah sampul buku tanpa tau apa isi buku itu, dan tidak akan pernah rumusan sampul yang kita buat akan mengena kepada isi buku karena kita tidak tau.

seperti hendak menjawab pertanyaan, "kenapa jeruk itu rasanya seperti itu, kenapa bukan pisang saja yang punya rasa seperti jeruk itu?"

Pengantar


Obscuris vera involvens

(kebenaran itu ditutupi oleh kegelapan)


Per fas et nefas

(melalui yang benar dan yang salah)


Damihi Facta Do Tibi Ius

(tunjukkan kami faktanya, kami berikan hukum-nya)


Iustitia omnibus

(keadilan untuk semua)


Tunggu...